Alami Kerugian Besar, Imbas Kegiatan Tour Di Larang Gubernur Jabar

Narasitangerang.com – Larangan study tour yang diterapkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ternyata hingga kini imbasnya masih terasa.

Kali ini, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat (Jabar) yang angkat bicara mengkritik kebijakan tersebut.

Ketua PHRI Jabar, Dodi Ahmad Sofiandi menyayangkan keputusan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi melarang aktivitas study tour di Jawa Barat.

“Hal seperti itu (study tour) jangan dilarang, biarkan saja, tetapi mekanismenya diperbaiki,” usul Dodi saat dihubungi, Kamis (3/4/2025), melansir dari Kompas.com.

Ia merinci sejumlah alasan study tour dilarang oleh Dedi Mulyadi. Dari kemampuan ekonomi orangtua siswa hingga tingkat kecelakaan bus pariwisata.

Menurut Dodi, pemerintah seharusnya memperbaiki kualitas transportasi study tour, termasuk pengecekan uji petik dan uji KIR pada bus pariwisata.

Selanjutnya, ia mengatakan, biaya study tour guru sekolah seharusnya tidak dibebankan pada siswa.

“Kemudian, orang yang tidak mampu, mungkin bisa dibantu melalui komite sekolah, disubsidi oleh orangtua siswa yang mampu ya,” saran dia.

“Banyak orang pintar di Jabar, bisa dibuat (regulasi) sedemikian rupa. Mereka bisa bayar lebih murah dan lebih transparan. Jangan dipukul rata, dimatikan,” lanjut Dodi.

Menurut data terbaru, tingkat okupansi hotel di Jawa Barat hanya mencapai 20 persen selama bulan puasa 2025.

Angkanya naik menjadi 40 persen jelang hari pertama Lebaran 2025, lalu melonjak sampai 80 persen.

Namun, Dodi memprediksi, tingkat okupansi hotel di Jabar akan kembali lesu di angka 20-30 persen karena sejumlah faktor, termasuk larangan study tour.

Dodi menyoroti dampak pelarangan study tour di Jabar yang berimbas pada gerakan “boikot” dari sekolah-sekolah di luar Jabar.

Sebelumnya, Jawa Barat menjadi destinasi wisata favorit bagi siswa sekolah asal Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung.

“Karena dilarang oleh Pak Dedi, sekolah dari Jawa Barat tidak tur ke daerah-daerah lain, mereka juga ikut kita, mereka tidak mengirim ke (siswa study tour) ke Jawa Barat,” ungkap Dodi.

Efek domino bagi pebisnis hotel, restoran, dan usaha kecil menengah (UKM), pada akhirnya merasakan dampak larangan study tour ini. Hotel bintang melati dan hotel wisma, misalnya.

Tipe akomodasi ini biasa digunakan oleh sekolah-sekolah pelaksana study tour. Tarif menginapnya sekitar Rp 100.000 per orang.

Satu kamar hotel bintang melati, bisa diisi empat orang. Artinya, pendapatan 400.000 per kamar bagi hotel melati, perlahan hilang akibat larangan study tour.

“Restoran juga sama. Kalau ada yang ke Jawa Barat, kemudian dia berhenti di Ciamis, misalnya, ada empat bis. Empat bus kali 40 siswa, 160.

Satu kali makan Rp 20.000, berarti Rp 20.000 dikali 160 siswa, seharusnya ada pemasukan sebesar itu,” jelas Dodi.

Belum lagi, sopir-sopir bus pariwisata yang bisa kehilangan pekerjaan akibat tidak adanya permintaan study tour.

Dodi berharap, Dedi Mulyadi bisa mengikuti arahan pemerintah pusat dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah ( Mendikdasmen ) Abdul Mu’ti.

“Menteri pendidikan mengatakan, tur jangan dilarang. Harusnya kalau memang keputusan menteri demikian, ya diikuti oleh gubernur juga,” pungkas Dodi.

Share Berita

Terkait